LOMBA ESSAY
Judul:
Reformasi
Lembaga Legislatif Mahasiswa, Reformasi Lembaga Legislatif Negara
Oleh:
Farid
Hilmi Rosidi
Universitas Negeri Semarang
Badan
Legislatif Mahasiswa merupakan lembaga perwakilan mahasiswa yang berkedudukan
sebagai lembaga tinggi Universitas yang mempunyai fungsi legislasi, anggaran,
pengawasan, penilaian, aspirasi dan advokasi yang dimana pengurusnya merupakan
perwakilan mahasiswa dari setiap fakultas. Tidak jauh berbeda dengan Dewan
Perwakilan Rakyat, keduanya menduduki posisi yang sama dalam teori Trias
Politika yaitu badan Legislatif. Keduanya hampir sama tugasnya hanya cakupannya yang berbeda.
DPR mencakup seluruh Indonesia sedangkan Badan Legislatif Mahasiswa mencakup
satu universitas. Jika Dewan Perwakilan Rakyat di Indonesia menduduki 3
fungsi penting, yakni fungsi legislasi yang berarti fungsi untuk membuat undang
– undang, fungsi pengawasan yang berarti memiliki fungsi untuk mengawasi
pemerintahan dalam hal ini eksekutif, dan fungsi anggaran yang memiliki fungsi
menyusun RAPBN, maka Badan Legislatif Mahasiswa juga memiliki 3 fungsi utama.
Fungsi tersebut adalah fungsi legislasi dalam membuat perundang – undangan,
fungsi pengawasan terhadap ormawa khususnya Badan Eksekutif Mahasiswa dan Badan
Semi Otonomnya, serta fungsi aspirasi yang berfungsi menyalurkan aspirasi
mahasiswa kepada yang berwenang.
Badan Legislatif Mahasiswa atau
Lembaga Legislatif Mahasiswa berperan penting dalam politik yang terjadi di
universitas. Badan tersebut mempunyai tugas dan wewenang seperti membentuk
undang – undang yang dibahas dengan Presiden Mahasiswa untuk mendapatkan
persetujuan bersama, menampung dan mempertimbangkan segala aspirasi mahasiswa,
memberikan mandat untuk pelaksanaan PEMIRA, mengawasi pelaksanaan hasil – hasil
sidang DPM, mengawasi pelaksanaan program kerja dan kebijakan Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM), menyelesaikan masalah yang timbul dalam tingkat Universitas,
menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPF yang berkaitan dengan bidang
tertentu dan mengikut sertakannya dalam pembahasan. Disamping itu Badan
Legislatif Mahasiswa juga memiliki hak seperti mempunyai hak angket, budget,
inisiatif dan interpelasi, meminta pertanggungjawaban Presiden Badan Eksekutif
Mahasiswa sewaktu – waktu bila dianggap perlu, kemudian menerima, menimbang dan
mengesahkan pengajuan pembentukan Badan Otonom di tingkat universitas. Anggota
– anggota dari Badan Legislatiif Mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk
mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, menaati Undang – Undang Dasar negara
(Peraturan Organisasi), menjaga stabilitas dan kerukunan, serta melaksanakan
peranan sebagai wakil mahasiswa.
Dalam memahami konsepsi perwakilan, terlebih dahulu untuk
meninjau historis konsep ini muncul. Secara naluri manusia diciptakan di dunia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu manusia
tentu memiliki kepentingan yang ingin dicapainya dalam kehidupan. Namun dalam
pencapaian keinginan tersebut tidak dapat terlepas akan hubungan dengan
individu lain. Maka manusia juga dikatakan sebagai makhluk sosial yang
membutuhkan individu lain untuk berinteraksi dalam setiap segi kehidupan. Kehidupan manusia tidak akan terlepas dari
keterkaitan sosial, karena kehidupan manusia selalu berlandaskan akan
kepentingan. Maka keterkaitan sosial tersebut merupakan cikal bakal dari
perjanjian sosial untuk melindungi hak – hak pribadi dan mengatur kepentingan
individu manusia tersebut. Thomas hobbes menyatakan bahwa kontrak sosial
diantara masyarakat akan mewujudkan suatu “majelis” dimana individu menyerahkan
segenap kekuasaannya kepada majelis untuk menyalurkan kepentingannya.
Pernyataan Thomas Hobbes tersebut merupakan konsep dasar dari konsep perwakilan
politik. Dimana wakil merupakan orang – orang yang dipercaya untuk mengakomodir
kepentingan – kepentingan terwakil. Disamping itu Alfred
de Grazia juga mengemukakan pendapat mengenai apa itu perwakilan. Perwakilan
adalah hubungan diantara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakil dimana wakil
memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan
kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakil. Mengutip dari bahan ajar mata
kuliah Sistem Perwakilan Politik (Akhmad Satori : 2012) bahwa wakil merupakan
orang yang mempunyai kualifikasi yang tentunya berhak dan cakap dalam
menjalankan tugas sebagai amanat dari terwakil yang memberikan kepercayaan
kepadanya untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakat dalam arti
yang luas. Jadi seorang wakil dituntut memiliki kompetensi dan kapabilitas yang
lebih untuk menjalankan tugas menyalurkan aspirasi terwakil dan memahami apa
yang dibutuhkan atau kepentingan dari terwakil. Dalam menjelaskan pola hubungan
antara wakil dan terwakil dapat dijelaskan dengan empat konsep teori yaitu
teori mandat, teori sosiologi Rieker, teori organ, dan teori hukum objektif.
Pertama, Teori mandat menyatakan
bahwa seorang wakil diartikan sebagai juru bicara atas nama kelompok yang
diwakilinya. Dengan demikian, seorang wakil tidak boleh bertindak di luar kuasa
yang memberi mandat. Berdasarkan teori mandat (Saragih, 1988: 82), konsep
perwakilan dapat dilihat dalam tiga kelompok, yaitu mandat imperatif (tindakan sesuai dengan perintah yang
memberi mandat), mandat bebas (wakil dapat bertindak tanpa tergantung dari perintah yang
diwakilinya), serta mandat representation (wakil tidak kenal yang diwakili karena ditunjuk oleh partai). Kedua, Teori Sosiologi Rieker, hubungan
wakil dan yang diwakili lebih bersifat sosial daripada politis. Sang pemilih
akan memilih wakil – wakilnya yang dapat merepresentasikan kebutuhan dan
tuntutan mereka kepada eksekutif yang menurut mereka benar – benar ahli di bidang
kenegaraan dan akan benar – benar membela kepentingan pemilih. Ketiga, Teori
Organ, teori ini menjelaskan bahwa negara merupakan suatu organisme yang
mempunyai alat – alat perlengkapannya, serta memiliki fungsi masing – masing
dan saling bergantung. Dalam konteks ini kedaulatan rakyat sangat tampak pada
saat mereka melaksanakan pemilihan untuk membentuk lembaga perwakilan yang
diinginkan. Setelah lembaga tersebut berdiri, rakyat pemilih tidak perlu lagi
turut campur dalam berbagai kerja lembaga – lembaga negara tersebut. Keempat,
Teori Hukum Objektif Leon Duguit. Dasar hubungan antara wakil dan yang diwakili
adalah solidaritas. Ilustrasi sederhananya, wakil rakyat dapat menjalankan
tugas – tugas kenegaraannya hanya atas nama rakyat. Sebaliknya rakyat tidak
akan dapat melaksanakan tugas – tugas kenegaraannya tanpa mendukung wakilnya
dalam menentukan wewenang pemerintah.
Begitu banyak dan kompleksnya Badan
Legislatif Mahasiswa di Perguruan Tinggi yang seharusnya
menjalankan fungsi check and balance terhadap Badan Eksekutif
Mahasiswa, namun
dalam tinjauan lapangan serta dari sudut pandang kebanyakan mahasiswa seolah –
olah Badan Legislatif Mahasiswa itu miskin peran tidak seperti Badan Eksekutif
Mahasiswa yang selalu eksis di mata mahasiswa, bahkan terkadang
hanya cenderung dijadikan sebagai formalitas pelengkap keberadaan lembaga
kemahasiswaan di suatu universitas. Hal ini semakin terpuruk dengan minimnya
minat mahasiswa untuk berkiprah di Lembaga Legislatif Mahasiswa.
Padahal
jika merunut pada fungsinya, signifikansi Lembaga Legislatif Mahasiswa
sebenarnya sangatlah tinggi, terutama dalam menjaga ritme pergerakan mahasiswa,
terlebih disaat seperti sekarang yang tengah menggejala kelesuan gerakan mahasiswa
intra kampus. Lembaga Legislatif Mahasiswa memegang kunci regulasi tatanan
kemahasiswaan, sehingga seharusnya dinamisasi mahasiswa yang nantinya direpresentasikan
dalam gerakan eksekutif mahasiswa tetap terjaga. Tidak seharusnya kelesuan dan
kemandulan eksekutif mahasiswa dalam memperlihatkan taringnya entah dihadapan
birokrat kampus maupun pemerintahan negara terjadi. Lembaga legislatif
seharusnya bisa mencarikan treatment-nya, yaitu dengan melakukan preasure
sebagai representasi aspirasi suara mahasiswa dan merekomendasikannya kepada
eksekutif mahasiswa sebagai eksekutornya. Peran sebagai watch dog dan sparing
partner bagi eksekutif mahasiswa inilah yang sepertinya jarang dilakuakan
oleh Lembaga Legislatif Mahasiswa. Hal ini semakin diperparah dengan minimnya
mereka menyerap aspirasi dari konstituen mahasiswa yang diwakilinya di tataran
bawah. Saat ini yang terjadi kebanyakan dari kedua lembaga itu terkesan sama
saja, miskin fungsi. Terlebih ketika dihadapkan pada realitas bahwa kedua
lembaga tersebut tak jarang dikuasai oleh elemen pergerakan mahasiswa yang sama
ideologi dan garis politiknya, maka makin matilah dinamisasi kelembagaan
mahasiswa utamanya lembaga legislatifnya. Karena, ada kecenderungan sungkan dan
malas dalam melakukan fungsi check and balance. Pada akhirnya memang sangat
perlu penjagaan ritme dan dinamisasi pergerakan mahasiswa, mengingat ruh dan
kekuatan mahasiswa yang begitu dinantikan bangsa hanya akan terlihat ketika ada
dinamisasi dan pergerakan. Tanpa itu semua, tentunya mahasiswa hanya akan
berkutat pada wacana tanpa aksi nyata. Dan peran strategis tersebut harus
segera dimainkan oleh setiap Lembaga Legislatif Mahasiswa yang ada.
Melihat
realitas saat ini di Indonesia, pergerakan mahasiswa sudah mulai mengalami
stagnanisasi. Apakah mahasiswa sudah kehilangan identitasnya sebagai agen
perubahan? ataukah medan gerak mahasiswa telah terpenjara oleh sistem sehingga
memunculkan pragmatisme dan apatisme dikalangan kaum intelektual sendiri?
Pengaruh akan mahasiswa dalam melakukan pergerakan serta perubahan bangsa
Indonesia ternyata telah ditutupi oleh mereka yang menjalankan birokrasi secara
KKN, yang semakin parah seiring dinamika negeri ini ditambah lemahnya daya
ingat dan kepedulian anak bangsa akan perilaku – perilaku tidak pantas dari
anggota DPR yang sering tersorot oleh media, tidur atau membolosnya dalam rapat
dan mininya kinerja yang dihasilkan serta tragedi suburnya korupsi di parlemen,
sehingga mungkin hanya akan menjadi arsip catatan sejarah yang menggores luka
bangsa ini. Permainan tikus – tikusan yang diperankan oleh para politisi dan
pejabat legislatif ini mulai membingungkan rakyat bahkan cenderung membawa
rakyat kepada keputusasaan sosial, ekonomi yang carut – marut, budaya yang
semakin terkikis, dan program pendidikan yang tidak jelas sehingga makin
membawa rakyat menuju jurang ketidakpercayaan atas perjalanan reformasi dan
demokratisasi. Dewasa ini lembaga perwakilan jika dilihat sudah tidak
merepresentasikan kepentingan dan aspirasi konstituennya. Setelah pemilu
berakhir dan masuk parlemen, maka putuslah hubungan antara wakil dan konstituennya.
Wakil cenderung bertindak sesuai dengan
kehendak dan kepentingan pribadinya. Dalam tataran demokrasi mahasiswa di
kampus, konsep perwakilan ini pun secara tidak langsung dan tidak sadar juga diterapkan
dalam sebuah lembaga yaitu Lembaga Legislatif Mahasiswa.
Mau
kemana arah gerak dari legislatif mahasiswa? Apakah hanya akan diam di tempat
meniru dan menurunkan budaya tikus – tikusan yang diajarkan pejabat legislatif?
Kesadaran rubuhnya bangsa ini memang harus sudah muncul di dalam hati dan
semangat pemuda mahasiswa khususnya Lembaga Legislatif Mahasiswa yang seperti
cerminan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Kesadaran yang dibangun bukan dengan
memberikan pendidikan sistematis ataupun pendidikan ala bankir, dimana
mahasiswa hanya menerima dan dijejali dengan teori tertentu sebagai upaya
penyadaran hak sebagai warga universitas dan negara, namun yang lebih mendasar
adalah memberikan penyadaran tentang hak mereka dan selanjutnya menempatkan
mahasiswa sebagai subyek dari proses pendidikan ini. Pendidikan tersebut
dikatakan berhasil apabila mahasiswa sudah bisa melepaskan diri dari sikap
fatalismenya dan mempunyai mobilitas yang tinggi serta secara aktif terlibat
dalam sistem politik. Penumbuhan kesadaran ini sangat efektif untuk mencegah
terjadinya bahaya laten pewarisan budaya KKN dan tikus – tikusan, pada akhirnya
pendidikan ini berupaya untuk membuat mahasiswa memiliki kesadaran riil yang
merupakan inti dan dasar dari sebuah revolusi di bidang politik khususnya dalam
lembaga legislatif. Educacao como practica da liberdade (Paulo Freire),
pendidikan adalah sebagai praktik pembebasan keyakinan akan massa yang sadar
dan keyakinan akan sebuah pendidikan pembebasan, maka sudah seharusnya gerakan
mahasiswa tidak ragu – ragu lagi dengan gerakan penyadaran mahasiswa khususnya
di Lembaga Legislatif Mahasiswa.
Saatnya
membangun suatu wacana dengan wujud aksi nyata kembali ke legislatif mahasiswa
untuk meningkatkan mobilitas serta idealismenya yang demokratis berlandaskan
pancasila agar kelak mampu menata ulang tatanan parlemen yang saat ini sudah
jauh dari harapan bangsa Indonesia. Mau tidak mau harus diakui bahwa
menyurutnya gerakan mahasiswa juga sebagai akibat dari sistem pendidikan
Indonesia yang sangat menindas. Kondisi ini yang sekarang harus mulai didobrak oleh
kalangan pro demokrasi, dan ini telah dilakukan oleh sebagian besar kampus di
Indonesia, namun semua ini barulah pada tahapan permulaan belum pada tataran
yang lebih substansional. Peran legislatif mahasiswa sebagai penyerap aspirasi
mahasiswa dan menjaga stabilitas harus mampu mendorong hal tersebut. Penyadaran
tentang hak politik mahasiswa dan pemahaman tentang penindasan negara melalui
sistem pendidikan harus mulai diinjeksikan kepada kalangan mahasiswa dan legislatif
mahasiswa sebagai upaya membangun kekuatan dan konsolidasi menghadapi manuver
dari banyaknya pejabat legislatif yang memiliki pengaruh kuat untuk merusak
bangsa. Sehingga dalam kurun beberapa waktu kedepan bukan hanya segelintir
aktivis mahasiswa tetapi akan tumbuh ratusan bahkan ribuan mahasiswa yang siap
untuk merevolusi parlemen negeri ini yang tentunya dimulai dari Lembaga
Legislatif Mahasiswa. Kerahkan peran Lembaga Legislatif Mahasiswa untuk
memperbaiki Lembaga Legislatif Negara di masa yang akan datang, untuk bangsa
dan negara Indonesia.
Daftar Pustaka
H.I, Rahman A. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta.
Graha Ilmu.
Pedoman Organisasi
Kemahasiswaan Universitas
Surbakti, Ramlan. 1992.
Memahami Ilmu Politik. Jakarta.
Gramedia Widiasarana Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_mahasiswa_di_Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar